M. Ishaq, S.Pd
Ada sebuah ungkapan klasik yang sering jadi bahan bercandaan bagi sebagian orang yaitu “ Dulu tidak bisa sekarang lupa “. Kalimat ini sangat sederhana dan seakan-akan hanya sebuah bahan guyonan yang tak bernilai apa-apa, namun bila di telusuri tersimpan makna sindiran yang amat dalam maknanya dan ini seharusnya menjadi bahan sandaran perenungan bagi diri para pendidik dalam memperdalam ilmu dan mentransfer pengetahuan pada para siswanya juga bagi peserta didik dalam jenjang pembelajaran disekolah maupun bagi para orang tua dalam mendidik putra dan putrinya dirumah.
Sebagai orang tua tentunya banyak sekali pengalaman-pengalaman yang pernah kita alami, dan dari pengalaman-pengalam tersebut menunjukkan pada kita, bahwa tidak semua yang telah kita alami dan kita pelajari melekat dalam ingatan kita. Seringkali terjadi, justru yang telah kita pelajari dengan sungguh-sungguh sukar diingat dan mudah di lupakan; sedangkan yang kita alami dan kita pelajari sepintas lalu, lama melekat dalam jiwa kita dan tidak pernah di lupakan. Apakah yang menyebabkan penyakit lupa itu mudah menghinggapi diri kita terhadap apa yang sudah kita pelajari? Atau yang menghinggapi anak kita dalam belajar, pada hal kita sudah ngotot menjelaskan, namun hari besoknya sudah lupa lagi ?
Nah, mari kita sejenak berfikir, berangan-angan terhadap para peserta didik, atau terhadap anak kita sendiri, tidak sedikit mereka yang setiap hari bergelut dengan buku dan menghangatkan bangku sekolah karena begitu lamanya harus duduk dan belajar, mendengarkan penjelasan dan keterangan dari gurunya, belum lagi mengulas pelajaran disekolah bersama orang tuanya, namun semua penjelasan yang telah disampaikan dan diajarkan kepadanya seringkali begitu mudahnya terlupakan. Ada sebagian guru yang mengatakan, kalau anak didiknya diajar hari ini, besoknya sudah lupa. Bahkan ada juga yang mengatakan; pagi hari diajarkan selang beberapa jam karena siswa harus istirahat dan bermain bersama teman-temannya di halaman sekolah, begitu jam masuk berbunyi dan guru mencoba bertanya terhadap apa yang telah dijelaskan pagi tadi ternyata siswa sudah lupa. Ada juga para orang tua yang bilang saya tidak sanggup mengajari anaku sendiri, emosiku meledak melihat anak yang sulit diajari, bawaanya bikin mencubit sianak saja, lebih baik saya keluar duit dari pada harus mengajari anak yang sulit. Melihat fenomena seperti ini, tidak sedikit para guru naik darah dan memarahi siswanya, atau mungkin menggedor papan tulis untuk melampiaskan kejengkelannya terhadap anak didiknya. Tak sedikit pula orang tua yang menjewer telingga anaknya, bahkan ada yang terlalu emosi dengan ngata-ngatain anaknya “goblok”. Tentunya sangat salah kaprah kalau kita lantas begitu saja memarahi anak kita, bisa-bisa gak jadi pinter malah anak menjadi strees. Terus trauma dalam belajar, akibatnya bodoh. Iya kalau kita mampu membangkitkan motivasinya untuk belajar lagi, nah kalau tidak, apa anak kita tidak bodoh secara permanen? Siapa dong yang rugi!.
Sebenarnya apa sih yang menyebabkan anak kita menjadi bodoh? Bener gak ya ada orang bodoh secara permanen? Yup, pertanyaan yang keren sekali. Pada dasarnya semua orang dilahirkan itu bodoh, dalam artian belum bisa apa-apa. Ya ada sih orang yang begitu lahir sudah pandai dan bisa ngomong seperti halnya nabi Isa a.s, tapi itu tidaklah umum. Kita bahas yang umum-umum saja. Bagi para orang tua atau siapa sajalah yang memiliki anak bodoh, sulit menerima pengajaran, ada baiknya kita koreksi diri, jangan langsung menyalahkan anak, membentak-bentak anak.
• Koreksi diri, siapa tahu mereka menjadi bodoh karena keteledoran kita dalam membimbingnya, atau mungkin kita yang salah dalam membesarkannya. Semisal anak dibiarkan bergaul dengan teman-temannya yang nggak mau sekolah, akibatnya anak kita juga ikut nggak sekolah. Komunitas itu mendukung pribadi seseorang untuk mengikuti trend komunitasnya.
• Koreksi diri, siapa tahu cara kita dalam memberinya makan salah atau berasal dari barang-barang yang haram. Makanan yang berasal dari barang-barang yang haram akan dikonsumsi anak kita dan menjadi darah haram yang mengalir kesekujur tubuh sampai keotaknya, sehingga menjadikan anak sulit menerima pelajaran dan didikan dari orang tua maupun guru disekolahnya.
Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezki yang baik-baik yang kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar kepada-Nya kamu menyembah. (Q.S. Al-Baqarah: 172)
• Koreksi diri, apakah makanan yang anda berikan sudah memenuhi kadar gizinya. Gizi juga mempengaruhi tingkat kecerdasan otak anak. Sangatlah berbeda anak yang gizinya cukup dengan yang tidak. Anak yang gizinya cukup cenderung pertumbuhannya cepat, syarafnya sehat, dan psikisnya baik. Sedangkan anak yang kurang gizi cenderung lemah, pertumbuhannya lambat, syaraf motoriknya terganggu, akibatnya mereka lambat menerima pengajaran. Orang yang lemah dalam menerima pengajaran muaranya pada kebodohan dan sering kali kebodohan memberi dampak kemiskinan. Asisten Utusan Khusus Presiden RI untuk Milenium Development Goals (MDGs), Diah Saminarsih mengatakan bahwa pengentasan kemiskinan dan pemenuhan gizi harus dilakukan bersamaan. Memperdebatkan mana yang lebih penting sama saja mempertanyakan mana yang lebih dulu ada, telur atau ayam. Ini menandakan bahwa gizi yang cukup juga mendorong peningkatan kecerdasan anak.
• Koreksi diri, sudah anda berdoa seraya memohon kepada Allah SWT agar anak anda diberi kemudahan dalam menuntut ilmu. Diceritakan bahwa sebagian orang-orang salaf dahulu pernah berkata kepada anaknya, “Wahai anakku, aku akan memperbaiki shalatku agar engkau mendapatkan kebaikan.” Sebagian ulama menyatakan bahwa makna ucapan itu adalah aku akan memperbanyak shalatku dan berdoa kepada Allah untuk kebaikanmu.
Jadi bodohnya anak-anak kita 100 % bukan kesalahan si anak, tetapi bisa juga karena kesalahan orang tuanya. Sebodoh-bodohnya anak kita, kalau orang tuanya masih mau membimbingnya dengan tekun saya kira masih ada harapan untuk bisa menjadi anak yang pandai. Kalau pun nggak pandai dan menyandang peringkat kelas atau siswa terbaik, minimal anak anda bisa membaca dan menulis. Sehingga istilah bodoh permanen itu tidak ada. Kita ambil tamsil dari tukang besi. Tukang besi setiap hari mampu membentuk berbagai macam barang seperti : pisau, pedang, keris. Tahukah anda dari apa bahanya, bagaimana proses pembuatannya? Ternyata pisau, pedang, keris yang banyak anda jumpai berbahan besi tua atau baja yang masih utuh, kemudian melalui proses pembakaran dan penggemblengan barulah besi atau baja tadi terbentuk sesuai selera si tukang besi. Sama halnya anak yang bodoh adalah laksana besi atau baja tadi. Anak yang bodoh kalau dibiarkan begitu saja, maka dia akan semakin bodoh atau bodoh permanen, tetapi bila anak yang bodoh itu dididik dengan tekun, dikarantina khusus dalam suatu proses penggemblengan pengajaran, maka perlahan tapi pasti dia akan jadi anak yang pandai.