Jumat, 07 Maret 2014
Dari Cinta Timbul Hidayah
Dari Cinta Timbul Hidayah
Pernahkah anda mendengar ungkapan pepatah jawa “witin tresno jalaran soko kulino”? Ya, kalimat itu tepat sekali. Maksudnya bahwa cinta itu terbangun karena terbiasa bertemu, bercakap-cakap dan akrab). Bila kita amati semua orang yang menjalin cinta kasih didunia ini berawal dari sana. Tak kenal, kemudian kenal, sering ketemu, saling memahami dan merasa ada kecocokan, maka timbullah perasaan suka.
Ada sebuah cerita tentang seorang laki-laki yang bernama Syafi’i. Orangnya bertubuh kekar, tinggi dan lumayan tampan. Bila dilihat dari namanya tentu anda menyangka bahwa dia adalah seorang baik-baik atau mungkin bayangan anda adalah seorang ustad. Tetapi kenyataannya tidak. Syafi’i adalah seorang tukang copet yang selalu beroperasi dikawasan Kenjeran Surabaya. Hari-harinya hanya diisi dengan kegiatan mencari uang haram, berjudi dan mabuk-mabukan bersama teman-temannya. Akibat dari kebiasaan buruknya itu dia harus keluar masuk penjara. Meskipun begitu tidaklah membuatnya jera atau berhenti dari pekerjaannya menjadi tukang copet.
Suatu hari ada seorang gadis cantik berjilbab sambil membawa tas yang berjalan melintasi sebuah trotoar tempat Syafi’i mangkal untuk mencari mangsa. Melihat gadis itu, Syafi’i segera membuntutinya dari belakang hingga tepat pada tempat yang nggak begitu ramai dan tak ada yang memperhatikan kearahnya, seketika Syafi’i menyabet tas yang berada dipundak lengan kiri gadis tersebut dan membawa lari sekencang-kencangnya. Gadis itu pun meronta-ronta copet...copet..copet, akan tetapi Syafi’i sudah melesat jauh tak terkejar lagi. Sungguh girang hati Syafi’i karena berhasil lolos dengan membawa sebuah tas copetannya, sambil ngos-ngosaan dibukalah tas itu berharap didalamnya terdapat uang yang banyak, ternyata isinya bukanlah uang melainkan sebuah buku diary, satu buah kitab suci Al-Qur’an berukuran kecil dan satu tongkat penunjuk. Gadis yang dicopet tadi adalah seorang guru ngaji diTaman Pendidikan Al-Qur’an. Melihat bahwa tas hasil copetannya tidak berisi uang, dia menghela nafas panjang sambil merebahkan tubuhnya yang seakan tak percaya, masak gadis secantik itu didalam tasnya tak ada isinya uang. Syafi’i makin penasaran dan berniat lain kali jika gadis itu lewat lagi dia akan mencopetnya lagi. Tak hayal, dia melihat gadis itu lagi sedang berangkat melakukan tugasnya mengajar mengaji, si Syafi’i pun kembali diam-diam membuntutinya dari belakang. Tapi kali ini hari yang na’as baginya, ketika dia menyabet tas gadis itu, dengan sergap ditahannya tangan Syafi’i. Gadis itu berkata : “ hai mas, jangan lancang ya, apa si yang kamu mau? Kamu butuh uang? Sambil membuka tasnya dikeluarkan uang seratus ribu “nih kamu ambil. Ingat kamu masih muda, masih kuat bekerja, tunjukkan bahwa kamu bukan orang lemah. Kalau nggak bisa bekerja jangan jadi pencopet, lebih baik langsung minta dengan cara baik-baik”. Gadis itu pun melanjutkan perjalanannya.
Hari demi hari syafi’i tak bisa tidur memikirkan ucapan gadis tadi, akhirnya dia memutuskan untuk mengembalikan uang itu kerumahnya. Didalam tas yang ia copet tempo hari terdapat alamat rumahnya, tanpa pikir panjang ia mendatangi rumah gadis itu dengan niat mengembalikan uang dan tas yang dirampasnya sekaligus minta maaf. Sampai didepan rumahnya dia mengetuk pintu “ assalamu’alaikum”
Wa’alaikum salam. Jawab gadis tersebut.
Ketika pintu rumahnya dibuka gadis itu pun kaget “ oh kamu kan yang kemarin mencopet tas saya”ada apa kamu kesini?
Dengan tertunduk malu syafi’i menjawab: saya kesini bermaksud meminta maaf atas prilaku saya terhadap mbak. Saya menyesal dan mengaku salah mbak. Maukah kamu memaafkanku? Ini uang dan tas kamu, semuanya masih utuh.
Gadis itu pun mempersilahkan masuk, kenapa uangnya juga dikembalikan, saya ihlas kog, ambil saja barangkali kamu membutuhkan. Siapa namamu?
Nama saya Syafi’i. Gadis itu berkata:” jujur saja mas, saya kagum dengan keberanianmu mengembalikan tas yang sudah kamu copet. Tapi sudah lah, saya maafkan kesalahanmu. Nama saya Latifah. Sambil memperkenalkan diri, Latifah memberi saran kepada Syafi’i untuk meninggalkan pekerjaannya menjadi pencopet. “ Mas, maaf ya sebelumnya, saya sarankan, lebih baik mas cari pekerjaan lain, gaji kecil tidak apa-apa yang penting halal”.
Dengan menunduk Syafi’i menjawab: “ iya mbak. Latifah melanjutkan perkataannya: “terus sekarang ini kamu tinggal dimana? Syafi’i menjawab: “saya sudah tidak punya tempat tinggal, karena sudah habis saya jual untuk bermain judi, saya jadi orang jalanan mbak, kedua orang tuaku pun sudah meninggal lima tahun yang lalu. Maaf mbak, sudah siang, saya mohon pamit, sekali lagi terima kasih karena sudah berkenan memaafkan kesalahan saya. Assalamu’alaikum. syafi’i pun pergi dari rumahnya latifah.
Tiga hari kemudian, Latifah melewati jalan dimana ia dicopet, tetapi latifah sudah tak melihat syafi’i mangkal di trotoar itu lagi. Mungkin karena saran darinya, dia meninggalkan pekerjaanya jadi pencopet. Sudah beberapa minggu, setiap Latifah lewat jalan itu tak pernah melihat syaf’i. Ternyata dia memang benar-benar sudah tak mencopet dan beralih pekerjaan menjadi tukang becak. Suatu hari Latifah pergi kepasar berbelanja keperluan dapur, karena kebetulan ibunya juga sudah tua, dan ayahnya juga sudah meninggal, jadi dia sendiri yang mencukupi kebutuhan keluarga. Setelah selesai berbelanja satu keranjang penuh, Latifah berniat naik becak karena barang belanjaanya lumayan berat. Didepan pintu keluar pasar terdapat tukang becak yang sedang menyandarkan kepalanya sambil menunggu penumpang. Latifah menghampirinya, “becak pak”, tukang becak bergegas bangun. Ketika dilihatnya “lho kog kamu”, keduanya sama-sama kaget. Latifah pun memulai pembicaraan “apa kabarnya mas, sudah lama jadi tukang becak?” Syafi’i menjawab “baru dua minggu mbak, yaa, saya sadar mbak selama ini saya berada pada jalan yang nggak bener, ini semua karena nasihat mbak lho” latifah menjawab “ ahh kamu bisa saja mas”. sambil mengayuh laju becaknya, syafi’i pun ngobrol banyak sama latifah. Oh iya mbak, setiap mbak mengajar ngaji kog jalan kaki saja, gimana kalau saya yang mengantarkan?, latifah menjawab: “terima kasih mas, saya biasa jalan kaki, nanti malah ngrepotin”. Nggak mbak... nggak ngrepotin. Akhirnya sampai pula didepan rumahnya Latifah. Sambil menurunkan barang belanjaannya, latifah menanyakan ongkos becaknya, “berapa mas ongkosnya?, sudah mbak nggak usah, hitung-hitung sebagai penebus rasa bersalah saya dulu, “jangan gitu mas, kalau pean gini ya nggak dapat uang” sahut latifah. Dengan malu-malu syafi’i menerima uang dari latifah.
Sore harinya sewaktu Latifah hendak berangkat mengajar ngaji, dijemput syafi’i dan diantarkannya hingga tempat dimana ia mengajar, dan begitu seterusnya. saking seringnya bertemu dan bercakap-cakap itu, membuat hati syafi’i timbul rasa suka terhadap latifah, hanya saja dia tak berani mengungkapkannya, karena dia sadar bahwa latifah seorang guru ngaji sedangkan dirinya mantan pencopet. Tetapi dari perasaan cintanya kepada latifah, ia semakin tergugah untuk merubah dirinya menjadi orang yang baik, dia taubat dan memilih jalan yang diridhoi oleh Allah SWT. Niat taubatnya itu betul-betul dilaksanakan, terbukti ia rajin sholat kemasjid, rajin puasa sunnah, dan tak tanggung-tanggung dia seringnya berbagi makanan dengan anak-anak yatim, meskipun sebenarnya hasil dari menarik becak tidaklah seberapa, namun dia ihlas berbagi dengan mereka-mereka yang senasib dengannya. Hal itu pun mendapat respon yang positif dari latifah, dengan diberinya motivasi agar syafi’i dapat menikmati dunia barunya dengan berbuat kebajikan. Melihat kesungguhan syafi’i dalam hijrah menuju jalan yang diridhoi Allah SWT, akhirnya latifah pun tersentuh hati dan menyukainya, sehingga bersatulah cinta dua muda-mudi yang berbeda latar belakangnya itu.
Subhanallah...itulah Hidayah Allah SWT. Berawal dari cinta berubah menjadi Hidayah. Inilah jalan Allah, bila Dia sudah menghendaki, maka tak ada satupun yang mampu menolak atau menghadangnya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar