Dunia laksana panggung sandiwara. Artinya
bahwa segala sesuatu yang dipentaskan dalam pangung itu akan ada endingnya.
Tidak ada pertunjukan yang abadi berlama-lama tampil diatas panggung
kehormatannya, karena bisa jadi penontonnya akan bosan melihatnya. Ibarat
sebuah sinetron, bila ceritanya terlalu dilebar-lebarkan dari skenario awal,
maka akan melibatkan banyak pemeran dan tentunya sangat menjenuhkan. Akibatnya banyak
sinetron yang ditinggalkan penggemar dan tamat ditenggah jalan tanpa membawa
kesan dan pesan yang begitu berarti. Begitu pula dengan kehidupan dunia ini.
tidak ada yang abadi, semuanya ada waktu berakhirnya. Karena kehidupan dunia
ini ada garis finishnya, haruskah kita nanti melewati garis finish itu
dengan tanpa meninggalkan kesan apa-apa? Itulah yang perlu kita renungi
dalam menapaki kehidupan didunia yang singkat ini. Apabila dalam kehidupan ini
kita bekerja keras dan gigih menanam kebaikan, maka bisa dipastikan kita nanti
akan finish dengan bekal yang menggembirakan, sebaliknya bila dalam memerankan
kehidupan ini kita malas bekerja, malas beramal, ya jelas kita nanti akan
finish dengan penyesalan. Sekarang kita berada pada dua pilihan. Pengen milih
hidup yang finish dengan menggembirakan atau hidup yang finish dengan segudang
penyesalan. Semuanya tergantung kita. Kalau ingin merubah nasib menjadi lebih
baik, ya kudu berusaha hidup lebih baik, direncanakan, diterapkan, baru menanti
harapan. Jangan menunggu-nunggu keajaiban datang dengan membawa kebahagiaan.
Itu pikiran orang yang malas yang enggan berikhtiar. Agama tidak mengajarkan
kepada umat manusia untuk bermalas-malasan melainkan agama menganjurkan supaya
manusia berikhtiar merubah nasibnya agar lebih baik.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (Q.S. Ar-ra’du: 11)
Sebenarnya kehidupan didunia sudah didesain secara apik oleh Sang Maha pembuat skenario. Tidak ada yang dirugikan dan tidak ada yang ciderai. Semuanya diciptakan dengan takaran yang sempurna. Bukan sempurna menurut penilaian manusia, tetapi sempurna menurut ukuran-Nya. Sangatlah tidak mungkin, Dzat yang maha pengasih dan penyayang pilih kasih dalam membuat skenario alur hidup hamban-Nya. yang dikasihi skenario hidupnya diistimewakan, rezekinya dilancarkan, dijauhkan dari musibah, diberi pasangan hidup yang membahagiakan, sedangkan yang dibenci skenario hidupnya disengsarakan, impossible!.
Lantas adanya perbedaan nasib kita dengan yang lain, itu semata-mata karena diri kita sendiri yang malas merubahnya, malas berusaha, malas beramal sholih, akibatnya nasibnya menjadi berbeda dengan yang lain. Pada hal ayat diatas secara gamblang Allah menganjurkan kepada umat manusia, jika ingin berkehidupan yang layak, harus berusaha merubah nasibnya. Dengan cara apa? Ya. Dengan cara belajar, bekerja, berusaha dan berdo’a dengan beragam cara. Karena hanya dengan itu, kita dapat menggapai kebahagiaan didunia dan diakhirat nanti.
Saudaraku, yakinlah bahwa skenario Sang Maha
sungguh sangat sempurna, tinggal kita mampu memerankannya dengan baik atau
tidak. Jika peran kita baik, tentu kita akan mendapatkan imbalan yang baik,
namun jika acting kita buruk, apalagi sampai menyalahi skenario, wahh, resiko
ditanggung penumpang. Itulah tamsil kehidupan manusia dialam dunia ini. Orang
yang kehidupannya mapan dan sukses, karena ia mampu memerankan skenario hidup
dengan baik. Bagi yang kehidupannya seret dan susah, bisa jadi ia kurang mampu
beracting dengan baik, atau mungkin ia menambahkan skenario lain yang bertolak
belakang dengan skenario hidupnya, akibatnya ia susah. Karena itu, supaya
kehidupan kita menjadi bermakna dan tidak melenceng dari skenario-Nya, tidak
ada salahnya kita sutradarai kehidupan kita sendiri, agar kita lebih nyaman
memerankan sandiwara kehidupan.
Mensutradarai diri sendiri bukanlah kita mengambil alih kekuasaan Tuhan, itu namanya takabur bin musyrik. Tetapi maksudnya adalah kita didalam memerankan sandiwara kehidupan ini didasari pada keihlasan hati dalam berakting dan tidak merasa berada dalam cengkeraman pengawasan yang menakutkan seorang sutradara. Beda lho, orang yang hidup dalam tekanan dengan yang tidak. Didunia ini banyak orang yang sholatnya nggak khusuk, zakat dan sedekahnya nggak ihlas, dikarenakan ia melaksanakannya dengan perasaan takut akan adzab dan siksa neraka. Sebaliknya orang yang sholatnya khusuk, zakat dan sedekahnya lancar, ibadah lainnya pun langgeng, karena ia melakukaannya tidak dalam paksaan, melainkan semata-mata mengharapkan ridho dari Allah, bukan berharap akan masuk surga atau dijauhkan dari neraka. Maka dari itu, supaya kita enteng melaksanakan segala aktifitas, baik yang berhubungan dengan Allah maupun dengan sesama. Ada baiknya kita menjadi sutradara atas diri kita sendiri. Pedomannya skenario dari Allah, sutradaranya kita sendiri sekaligus pemerannya juga kita sendiri, sehingga dalam memerankan hidup ini kita bisa ihlas tanpa ada paksaan. Lebih cakep lagi bila kita menteladani aktingnya aktor kawakan yang telah menebarkan kedamaian diseluruh jagar raya ini yaitu Rasulullah SAW bersama keluarga, sahabat, tabiit dan tabiin yang istiqomah mengikuti jejaknya. Sebuah film kehidupan dunia ini bila digarap sesuai skenario dan diperankan dengan sungguh-sungguh, maka akan melahirkan film kehidupan yang sempurna, sehingga Sang Produser, Allah SWT tak segan-segan membayar gaji yang besar, bila perlu setiap aktor kehidupan, satu persatu akan diberi bonus yang istimewa yaitu surga yang keindahan dan kemewahannya tak ada bandingannya. Itulah enaknya menjadi sutradara diri sendiri. Menjalankan kehidupan dunia dengan tenang, menggapai kehidupan akhirat pun terasa nyaman.
Coba lihat para aktor film dalam berakting, bila tidak sesuai dengan kehendak sutradara, pasti akan dibentak-bentak dan dimarahi, sehingga ia berakting dalam suasana tegang dan berada pada bayang-bayang menakutan, sebab bila aktingnya nggak bagus, bakalan filmnya nggak layak tayang, dirinya pun nggak dapat honor. Sama halnya dengan kehidupan dunia. Bila dalam berbuat sesuatu kita merasa berada pada cengkeraman pengawasan dan ancaman, dikhawatirkan kita melakukan sesuatu bukan karena keihlasan melainkan karena tuntutan. Dan hal itu sudah dapat kita rasakan, ketika kita sholat 5 waktu setiap hari, rata-rata kita melakukannya karena memenuhi kewajiban, bukan karena mencari ridho Tuhan. Memang dinilai masih mendingan dari pada yang tidak sholat. Tetapi kurang afdhol. Karena sejatinya Allah tidak mengharapkan sesembahan dan ritual hambanya, tetapi ketulusan hati dan ketaatan mengabdi seorang hamba itulah yang dinilai oleh-Nya.
Tuhan pun berkata: “Terserah”
Dunia memang panggung sandiwara, sehingga ada
berbagai macam akting yang diperankan oleh umat manusia semenjak Nabi Adam
hingga orang yang terakhir nanti. Ada yang aktingnya menjadi orang yang
baik-baik, ada yang menjadi orang yang jahat, ada yang kaya, ada yang miskin,
ada yang dermawan, ada yang kikir, ada yang iman dan ada yang kafir. Melihat
fenomena tingkah laku manusia yang beragam itu, Tuhan pun berkata “terserah”.
Didalam hidup didunia ini tidak ada paksaan bagi
umat manusia untuk berbuat sesuatu, hanya saja Allah memberikan rambu-rambu dan
aturan, mana perbuatan yang diperbolehkan dan mana perbuatan yang dilarang.
Realisasinya terserah manusia. Bagi yang taat dan mengikuti alur aturan kehidupan
yang telah ditetapkan, ia akan selamat sampai ditujuan. Sedangkan bagi mereka
yang sengaja menerabas aturan, resikonya ia akan mendapatkan adzab. Allah
sungguh maha bijaksana, karena kebijaksanaan-Nya, Dia memberikan petunjuk dan
larangan, yang secara langsung digambarkan melalui utusann-Nya yakni Rasulullah
SAW yang membawa misi Alqur’an kalamullah untuk disampaikan kepada umatnya agar
hidupnya tidak salah jalan. Kalau sesudah diberikan teladan dan bimbingan
melalui sunnah Rasul, kemudian ada yang kehidupannya selamat, sejahtera,
bahagia didunia dan akhiratnya, itu karena ia memang rajin berusaha. Tetapi
kalau ada yang telah dipaparkan teladan dan bimbingan, tetapi dikehidupan dunianya
tetap sengsara diakhirat masuk neraka, itu bukan karena Tuhan tak sayang
hambanya “semua terserah kita” begitulah bang H. Rhoma Irama
menuturkan dalam syair lagunya.
“Dan Katakanlah:
"Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; Maka barangsiapa yang ingin
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) Biarlah ia
kafir". (Q.S. Kahfi: 29)
Sebenarnya ayat diatas merupakan bentuk penegasan bahwa Allah SWT tidak
memaksakan hambanya untuk berbuat baik, Allah pun sebenarnya tidak membutuhkan
pujian dari hambanya. Karena tanpa disembah dan dipuji pun, Dia masih tetap
Raja diraja diatas alam semesta ini. Bukannya ketika manusia enggan memuji
kemudian turun pamor dan kebijaksanaan-Nya. Sama sekali tidak begitu. Justru
seharusnya dengan memuji itu, merupakan realisasi dan ekspresi wujud syukur
seorang hamba kepada Tuhannya. Karena berkat kemurahan Tuhan yang maha kuasa,
engkau diberikan rizki yang melimpah, organ tubuh yang sempurna dan nafas yang
gratis dan cuma-cuma.
Pernahkah kita merenungkan. Setiap hari nafas ini kita hembuskan dengan gratis tanpa ada pajak pungutan. Rasanya nggak terbayang seandainya nafas ini diperdagangkan. Berapa juta yang harus kita keluarkan tiap harinya demi perpanjangan nafas kita, itu pun kalau ada stoknya, kalau sampai gak ada? Bisa-bisa kita bergelimpangan mengharapkan bantuan nafas ini. Belum lagi berapa biayanya sewa sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan kaki. Sungguh Allah maha pemurah, Sungguh Allah maha adil dan bijaksana, kemurahan dan kebijaksanaan-Nya adil dan merata. Meskipun begitu tak jarang diri kita ini meragukan kemurahan-Nya, mengkerdilkan kebijaksanaan-Nya hanya karena kita diuji dengan kesusahan semata. Tak malukah kita yang tiap hari menikmati dengan gratis seluruh organ tubuh buah karya cipta-Nya?
Pernahkah kita merenungkan. Setiap hari nafas ini kita hembuskan dengan gratis tanpa ada pajak pungutan. Rasanya nggak terbayang seandainya nafas ini diperdagangkan. Berapa juta yang harus kita keluarkan tiap harinya demi perpanjangan nafas kita, itu pun kalau ada stoknya, kalau sampai gak ada? Bisa-bisa kita bergelimpangan mengharapkan bantuan nafas ini. Belum lagi berapa biayanya sewa sepasang mata, sepasang telinga, sepasang tangan dan kaki. Sungguh Allah maha pemurah, Sungguh Allah maha adil dan bijaksana, kemurahan dan kebijaksanaan-Nya adil dan merata. Meskipun begitu tak jarang diri kita ini meragukan kemurahan-Nya, mengkerdilkan kebijaksanaan-Nya hanya karena kita diuji dengan kesusahan semata. Tak malukah kita yang tiap hari menikmati dengan gratis seluruh organ tubuh buah karya cipta-Nya?
Saudaraku, sungguh
Allah Maha Pemurah karena kemurahan-Nya, Ia bentangkan rizki dari ujung timur
hingga ujung barat, dari atas hingga dari dasar bumi, Ia turunkan hujan dan
menumbuhkan berbagai macam pepohonan yang buahnya dapat kita nikmati setiap
hari. Nah, dengan kemurahan seperti itu, masihkah kita enggan mengikuti
petunjuk dan perintah-Nya? Beratkah kita menghindari sesuatu yang dilarang-Nya?
Jika engkau tetap dalam pendirian, enggan sholat, enggan zakat, enggan puasa
dan haji, kemudian lebih menuruti hawa nafsu dan kesenangan dunia yang penuh
dengan tipu daya kesesatan, mabuk-mabukan, perzinaan dan permusuhan, berjudi
dan korupsi, sungguh engkau berada pada jalur kesesatan yang nyata. Melihat
tingkah dan lakumu seperti itu, Tuhan pun berkata “terserah”.
“Jika kamu berbuat baik (berarti) kamu berbuat baik bagi
dirimu sendiri dan jika kamu berbuat jahat, Maka (kejahatan) itu bagi dirimu
sendiri” ( Q.S. Al-Isra’:7)
Sungguh hidup merupakan sebuah pilihan. Karena
dihadapkan dalam sebuah pilihan, maka sama sekali tidak ada paksaan. Jika dikemudian
hari ada yang berkata bahwa ia sholat, zakat, dan puasa, karena terpaksa karena
takut diancam dengan siksa neraka, sungguh ibadahnya sia-sia belaka. Jika suatu
saat nanti ada yang berkata bahwa ia pergi haji karena terpaksa, sebab takut melanggar
rukun islam yang kelima, sungguh amat percuma dan tiada manfaatnya ibadah
hajinya. Ingatlah, setiap amal perbuatan akan kembali pada pelakunya. Jika anda
memilih beriman dan beramal sholih, tentu engkau akan memetik buah dari
manisnya iman, tetapi bila engkau tetap ingkar. Ya. terserah!. Tidak ada
yang tertukar, tidak ada yang meleset, semua perbuatan akan kembali pada
dirinya sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar