Jumat, 21 Maret 2014
Sejarah Berdirinya MI. Qomarul Wathon
Sejalan dengan berkembangnya peradapan zaman yang menyelimuti bangsa-bangsa didunia khususnya indonesia setelah hampir ± 3,5 abad atau 350 tahun indonesia sengsara dan menderita akibat dijajah oleh kolonial belanda menyebabkan rakyat indonesia mengalami keterpurukan karena susahnya memperoleh pendidikan. Sementara itu tidak dapat disangkal bahwa pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam membentuk kepribadian dan perilaku manusia.
Pada era kemerdekaan tahun 1945 negara indonesia setapak demi setapak mulai memperhatikan betapa pentingnya sebuah pendidikan dan pengajaran. Di era ini masih jarang sekali adanya tempat-tempat sekolah, kalau pun ada juga modelnya bukan sekolah seperti halnya era sekarang ini tetapi masih bersifat klasik atau tradisional dimana orang-orang mendapatkan pendidikan melalui langgar-langgar, pondok pesantren bahkan juga ada rumah-rumah penduduk yang dijadikan tempat belajar. Hal ini sesuai dengan keadaan sekitar tahun 1951 tepatnya di Desa Turi Kec. Turi Lamongan, sebuah desa yang penduduknya mayoritas beragama islam ala Nahdlatul Ulama (NU) ini mulai memandang pentingnya sebuah pendidikan. Pendidikan masa itu diprioritaskan pada pendidikan keagamaan mengingat penduduk desa Turi masih banyak yang kurang memahami ajaran islam dengan benar.
Berawal dari inisiatif pemikiran salah satu tokoh masyarakat yang bernama Mbah H. Abdul Karim yang pada saat itu beliau menjabat sebagai ketua ranting Nahdlatul Ulama Desa Turi mencoba mencetuskan gagasannya untuk membentuk lembaga pendidikan . Dari ide dan gagasannya itu beliau mengumpulkan tokoh masyarakat lainnya yang di anggap mempunyai kemampuan untuk di ajak bermusyawarah terkait dengan ide dan gagasannya tersebut. Orang-orang yang terlibat dalam musyawarah itu berjumlah 9 orang yang seterusnya di sebut sebagai tim sembilan, yaitu suatu tim yang mempunyai misi untuk membentuk dan mendirikan lembaga pendidikan di Desa Turi pada waktu itu. Adapun nama-nama yang tergabung dalam tim sembilan itu yaitu :
1. Mbah H. Abdul Karim ( ketua Ranting NU Desa Turi tahun 1951 )
2. bah Ahmad ( Kepala Desa Turi tahun 1951 )
3. Mbah H. Hasyim
4. Mbah H. Ichsan
5. Mbah H. Akbar
6. MMbah Marjais
7. Mbah Taslim
8. Mbah Mu’alim
9. Mbah Ra’is.
Dari sembilan orang diatas itulah yang kemudian diadakan rapat atau musyawarah untuk merencanakan pendirian lembaga pendidikan pertama kalinya di Desa Turi karena mengingat kurangnya pendidikan dan pengetahuan tentang agama islam. Pembahasan rapat tim sembilan merupakan hal yang tidak mudah karena dalam pendirian lembaga pendidikan di perlukan biaya yang sangat besar untuk menyediakan tempat dan bangunan tempat belajar, sedangkan pada waktu itu rata-rata keadaan ekonomi masyarakat Desa Turi masih menengah kebawah karena dampak dari penjajahan kolonial belanda. Rasanya tidak pantas kalau pendirian lembaga pendidikan ini harus dibebankan kepada masyarakat mengingat masyarakat masih 75 % hidup dalam kemiskinan hal inilah yang terselib dalam benak pemikiran tim sembilan tersebut, perasaan tidak tega menjadi bahan masukan dalam rapat pendirian lembaga pendidikan.
Meskipun rapat berjalan lambat karena banyak kekurangan dalam pembiayaan untuk membeli sebidang tanah dan membuat bangunan untuk lembaga pendidikan nantinya, namun masih ada jalan keluar dari hambatan dan kendala yang di hadapi tim sembilan dalam mendirikan lembaga pendidikan pertama di Desa Turi tersebut. Akhirnya rapat memutuskan dibentuknya lembaga pendidikan dengan nama madrasah Diniyah pada tahun 1951, selisih 2 tahun dari diakuinya kemerdekaan Indonesia oleh negara-negara Dunia melalui Konferensi Meja Bundar (KMB). Adapun tempat dan bangunan untuk kegiatan pengajaran seperti yang menjadi kendala rapat diatas di putuskan bahwa kegiatan mengajar di madrasah Diniyah untuk sementara waktu bertempat di sebelah timur telaga Desa Turi kira-kira 50 meter ke arah tenggara. Dengan tenaga pengajar terdiri dari tiga orang yaitu Ust. Maskur Taslim, Ust. Shodiq dan Ust. Ghufron. Kegiatan belajar ditempat itu tidak berlangsung lama karena terdapat perbedaan pendapat tentang tata cara syiar agama islam dan organisasi yang dinaungi, maka kegiatan belajar mengajar di Madrasah Desa Turi dipindahkan ke Rumah Mbah H. Abdul Karim sampai madrasah mampu membeli tanah untuk mendirikan bangunan madrasah Diniyah sendiri dan rapat juga memutuskan Mbah H. Abdul Karim sebagai Ketua Pengurus Madrasah Diniyah sampai dengan sekitar tahun 1968.
Dalam kurun waktu ± 5 tahunan kepengurusan mbah H. Abd. Karim Madrasah Diniyah sudah mampu membeli sebidang tanah untuk didirikan bangunan madrasah nantinya. Namun mengingat lokasi yang kurang strategis, akhirnya tanah tersebut di tukarkan dengan sebidang tanah milik mbah tayeb yang ada di pinggir sungai desa Turi kira-kira 15 meter sebelah selatan masjid. Kemudian dalam perkembangannya, salah satu tokoh pendiri Madrasah yang tergabung di Tim Sembilan yaitu Mbah Marja'is (ayah dari bapak Abd. Hamid) mewakafkan tanahnya yang kebetulan tepat di sebelah selatan masjid untuk di wakafkan ke Madrasah sehingga lokasi madrasah menjadi lebar dan strategis karena berada di tengah-tengah Desa dan dekat dengan masjid. Akhirnya Madrasah Turi bisa membangun gedung sendiri yang sangat sederhana, walaupun masih terbuat dari kayu preng dan berlantai tanah namun dirasa sudah cukup untuk dibuat kegiatan pembelajaran. Kemudian selanjutnya kepengurusan diteruskan oleh Mbah H. Hasyim sampai dengan tahun 1960.
Waktu terus berjalan hingga memasuki pertengahan tahun 1960 kepengurusan Madrasah Diniyah Turi di pegang oleh Ust. Fathur Rohman yang merangkap sebagai kepala sekolah. Dalam kepengurusan beliau ini terjadi banyak perubahan dan pembaharuan bahkan terdapat peristiwa yang sangat penting yaitu adanya perubahan nama Madrasah Diniyah menjadi Madrasah Ibtidaiyah Qomarul Wathon.
Setelah itu memasuki tahun ± 1970 kepengurusan MI. Qomaru Wathon di pegang oleh Bapak Masman hingga tahun 1990, regenerasi kepengurusan harus lanjutkan pada kader-kader muda desa Turi, dan hasilnya kepengurusan MI. Qomarul Wathon di serahkan pada Bapak Ahsin Rohman hingga tahun 2002. untuk memacu semangat pembangunan dan perjuangan lembaga pendidikan di madrasah, maka selanjutnya kepengurusan MI. Qomaru Wathon di pegang oleh Bapak Drs. Hadi susiswo beberapa periode hingga sekarang ini
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar