Jumat, 21 Maret 2014
DUA JURUS JITU DALAM PEMBELAJARAN
Ada ungkapan klasik yang sering jadi bahan bercandaan orang-orang yaitu “ Dulu tidak bisa sekarang lupa “. Kalimat ini sangat sederhana dan seakan-akan hanya sebuah bahan guyonan yang tak bernilai apa-apa, namun bila di telusuri tersimpan makna sindiran yang amat dalam maknanya dan ini seharusnya menjadi bahan sandaran perenungan bagi diri para pendidik dalam memperdalam ilmu dan mentransfer pengetahuan pada para siswanya juga bagi peserta didik dalam jenjang pembelajaran disekolah.
Sebagai pendidik atau guru tentunya banyak sekali pengalaman-pengalaman yang pernah kita alami, dan dari pengalaman-pengalam tersebut menunjukkan pada kita, bahwa tidak semua yang telah kita alami dan kita pelajari melekat dalam ingatan kita. Seringkali terjadi, justru yang telah kita pelajari dengan sungguh-sungguh sukar diingat dan mudah di lupakan; sedangkan yang kita alami dan kita pelajari sepintas lalu, lama melekat dalam jiwa kita dan tidak pernah di lupakan. Apakah yang menyebabkan penyakit lupa itu mudah menghinggapi diri kita terhadap apa yang sudah kita pelajari? Atau yang menghinggapi anak didik kita dalam belajar, pada hal kita sudah ngotot menjelaskan, namun hari besoknya sudah lupa lagi ?
Nah, mari kita sejenak berfikir, berangan-angan terhadap para peserta didik kita, tidak sedikit para anak didik kita yang setiap hari bergelut dengan buku dan menghangatkan bangku sekolah karena begitu lamanya harus duduk dan belajar, mendengarkan penjelasan dan keterangan dari gurunya, namun semua penjelasan yang telah disampaikan dan diajarkan guru kepadanya seringkali begitu mudahnya terlupakan. Ada sebagian guru yang mengatakan, kalau anak didiknya diajar hari ini, besoknya sudah lupa. Bahkan ada juga yang mengatakan; pagi hari diajarkan selang beberapa jam karena siswa harus istirahat dan bermain bersama teman-temannya di halaman sekolah, begitu jam masuk berbunyi dan guru mencoba bertanya terhadap apa yang telah dijelaskan pagi tadi ternyata siswa sudah lupa. Melihat fenomena seperti ini, tidak sedikit para guru naik darah dan memarahi siswanya, atau mungkin menggedor papan tulis untuk melampiaskan kejengkelannya terhadap anak didiknya.Tentunya sangat salah kaprah kalau kita lantas begitu saja memarahi anak didik kita tanpa terlebih dahulu mengkoreksi diri sendiri. Oleh karena itu bagi kita para guru atau pendidik yang di tempat kita mengajar terdapat kasus semacam ini, ada baiknya menginstropeksi diri, ada apa dengan anak didik kita? Apakah karena anak didik kita yang memang lamban menerima pelajaran? Ataukah kemampuan kita sebagai guru sangat minim atau mungkinkah model pembelajaran yang kita terapkan tidak menyenangkan dan membosankan.
berdasarkan studi kasus yang pernah penulis lakukan ketika masih duduk di bangku kuliah dan penulis tindak lanjuti dengan pengalaman-pengalaman ketika mengajar disekolah. Terdapat kesimpulan bahwa tidak semua anak didik yang mengalami hal seperti diatas tersebut merupakan faktor bawaan dari diri anak, namun kebanyakan terjadi karena monotonnya model pengajaran yang disampaikan oleh guru yang tidak punya variasi dalam mengajar sehingga anak mudah bosan dan mudah lupa terhadap apa yang telah disampaikan gurunya dikarenakan ketika proses pengajaran tadi tidak terdapat suatu kesan menarik yang tertanam dalam jiwa anak didik.
Sebagai solusi, penulis tawarkan salah satu diantara banyak varian metode pengajaran yaitu bernyanyi. Jangan diartikan metode pengajaran bernyanyi ini digunakan dalam KBM (Kegiatan belajar mengajar) awal hingga akhir bernyanyi melulu, tapi metode ini hanya merupakan selingan diawal, ditengah atau diakhir dalam suatu pengajaran. Sebenarnya ada apa dengan metode pengajaran dengan bernyanyi ? Ada filosofi yang harus kita fahami dari bernyanyi. Pertama; Bernyanyi mampu menggerakkan sel-sel saraf yang memicu kerja otak menjadi cepat dalam menerima pengajaran. Kedua; Orang yang bernyanyi menandakan adanya singkronisasi alam sadar dan alam bawah sadar sehingga menunjukkan bahwa orang itu lagi senang dan bahagia. Ketiga; bernyani merupakan stimulan bagi orang yang malas menjadi ceria.
Berdasarkan filosofi diatas, metode pengajaran dengan bernyanyi mampu membangkitkan kerja otak dalam menerima rangsangan pengajaran dan menstimulan peserta didik untuk giat dan gembira dalam belajar sehingga peserta didik merasa dibawa dalam suatu fenomena pengajaran yang berkesan dalam hati, suatu pengajaran yang berkesan inilah yang menyebabkab siswa selalu ingat dan tidak mudah melupakan apa yang telah diajarkan guru kepadanya.
Ada beberapa wacana nyata yang penulis dapatkan dari cerita orang-orang dahulu terkait dengan metode pengajaran dengan bernyanyi. Pada pendidikan zaman dahulu, dimana belum ada sekolahan formal yang ada hanya surau, langgar atau mushollah sebagai tempat belajar dan belum kenal adanya kurikulum, namun metode pengajaran bernyanyi sudah dikenal masyarakat zaman dahulu. Banyak para guru, para kyai mengajarkan muridnya dengan dilagukan atau dinyanyikan yang lebih akrab kita kenal dengan istilah Nadhoman. Namun yang terjadi, hafalan mereka sungguh luar biasa semenjak anak-anak hingga mempunyai cucu pun ajaran itu masih mereka ingat. Selain itu penulis sendiri membuktikan bahwa ketika penulis masih duduk dibangku sekolah dasar dan mendapatkan pengajaran nyanyian-nyanyian misalkan lagu-lagu perjuangan atau nama-nama nabi, malaikat atau hitungan dan nama-nama benda dalam bahasa arab yang dilagukan, ternyata hal itu sampai saya dewasa pun masih segar ingatan itu.
Dilain hal ketika penulis terapkan metode bernyanyi pada pengajaran di Madrasah Ibtidaiyah yang kebetulan saya pegang mata pelajaran bahasa inggris mengenai kosa kata nama-nama binatang atau benda-benda yang ada disekitar kita yang saya bingkai dengan lagu, wal hasil siswa lebih cepat menghafalkan dari pada siswa hanya disuruh membaca dan mengingat-ingatnya satu persatu. Hal ini membuktikan bahwa metode pengajaran dengan bernyanyi sangat menunjukkan pengaruh yang sangat signifikan dalam diri peserta didik. Pendapat ini juga dikuatkan dengan wacana yang di sampaikan oleh kak Seto Mulyadi, seorang seniman sekaligus ketua Komnas Perlindungan Anak yang sempat markir dalan suatu tayangan dialog dalam salah satu televisi swasta. Mengatakan bahwa jiwa peserta didik utamanya dalam jenjang sekolah dasar harus disuguhkan dengan situasi yang bernuansa menyenangkan seperti bernyanyi, games dan berolah raga. Sedang metode yang kedua adalah games, karena antara metode pembelajaran dengan bernyanyi dan games memiliki alur yang sama dimana mampu membawa anak didik kita pada menjadi ceria, giat dan aktif dalam
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar