Kalau diajukan pertanyaan, manakah yang lebih baik antara anak muda yang
tekun beribadah atau orang tua yang tekun beribadah? Dua pertanyaan inilah yang
akan mengawali uraian saya pada bab ini. Dari kedua pertanyaan diatas tentunya
tak patut kita perdebatkan, karena baik anak muda maupun orang tua yang tekun
beribadah adalah sama baiknya. Namun tidak menutup kemungkinan orang lain juga akan
beragam menanggapinya. Bisa jadi ada yang memilih bahwa yang terbaik adalah
anak muda yang giat dan tekun beribadah, dan mungkin juga akan ada yang lebih
membenarkan bahwa yang terbaik diantara keduanya adalah orang tua yang tekun
beribadah. Apapun pendapat mereka pastinya memiliki alasannya masing-masing
bukan!. Nah, hal ini akan menjadi menarik bila kita kupas secara mendalam,
bukan karena kita mencari mana yang terbaik, hanya saja kita akan mencari
sisi-sisi terbaiknya yang patut kita jadikan teladan bersama.
Dizaman sekarang ini, kalau ada orang tua yang tekun beribadah dan khusuk
i’tikaf dimasjid, saya kira itu suatu pemandangan yang biasa dan banyak kita
temui disana sini, karena secara tidak langsung ia sadar bahwa ubun-ubunnya
sudah beruban, keringatnya mengandung bau kuburan, sehingga yang diinggat tiada
lain adalah kematian, makanya yang ada dalam pikirannya yaitu gimana caranya
mendapat bekal menghadapi kematian nanti. Tetapi kalau ada anak remaja yang
gemar i’tikaf dimasjid, wow, ini baru jempolan brow. Bagaimana tidak.
Diusianya yang beranjak dewasa, bertabur bunga-bunga asmara, penuh dengan
sensasi dan gaya, dikelilingi dengan gemerlapnya zaman yang lagi ueforia,
eh..eh..eh mereka masih sempet-sempetnya jama’ah kemasjid, i’tikaf dimasjid,
menjadi aktifis remaja masjid, hemm, bener-bener remaja yang kece.
Mungkin inilah remaja yang digambarkan oleh rasulullah SAW, bahwa ada tujuh
golongan yang akan dirindukan surga dan salah satunya adalah anak muda yang
giat beribadah dan mencintai masjidnya.
“Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ” Tujuh orang yang akan
dilindungi Allah dalam naungan-Nya yaitu: Imam
(pemimpin) yang adil; pemuda yang tumbuh dewasa dalam beribadah pada
Allah; orang yang hatinya selalu terikat pada masjid; dua orang yang saling
mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah pula;
seorang lelaki yang dirayu oleh seorang wanita yang mempunyai kedudukan dan
kecantikan tetapi ia menolaknya seraya berkata ‘Aku takut kepada Allah’; orang
yang bersedekah sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diperbuat
oleh tangan kanannya; dan seorang yang berdzikir kepada Allah sendirian lalu
menitikkan airmatanya.” (HR. Bukhari Muslim)
Menjadi remaja yang diidam-idamkan surga merupakan hal yang sangat langkah,
tidak semua orang bisa melakukannya, mungkin jarang-jarang juga kita
menemukannya, apalagi hidup diera sekarang ini, yang paling banyak kita temukan
bukanlah remaja yang sholat berjamaah, tetapi yang ada adalah ngedancer secara
berjamaah, facebuker beristiqomah dan twitteran bersama. Inilah kondangan
ngetrendnya anak muda. Adakah yang salah dengan kebiasaan mereka?
Tentunya kita tidak boleh salah kaprah memandangnya dengan sebelah mata karena
berasumsi bahwa remaja yang suka kumpul-kumpul ngedancer, facebooker atau pun
nongkrong-nongkrong dijalan itu suatu tindakan yang bejat dan amoral. Hal
semacam itu sudah menjadi dunianya anak muda, dunia mereka adalah dunia hiburan
jadi biarkan mereka beradaptasi dengan dunianya, dan kelak mengikuti fase perkembangan
usianya, mereka akan berhenti juga. Memang sih, kebanyakan anak muda yang suka nongkrong
dijalan-jalan, kehidupannya hura-hura dan mengalami dekadensi moral yang sangat
mengkhawatirkan, karena pergaulan mereka menerabas batas-batas yang wajar,
sehingga sering kali terjadi tindakan-tindakan amoral. Ya, maklum. Karena
mereka kurang mendapat arahan dan wejangan agar menjadi baik. Mana ada sih, pak
ustad yang berdakwah dipinggir jalan. Bener nggak!. Tapi janganlah kita
terlalu khawatir, masih ada kog remaja yang masih peduli pada masjid, yang
peduli pada syiar islam, yang rajin sholat, yang gemar bersholawat, menuntut
ilmu dengan giat, ihlas beramal demi kemaslahatan ummat, dan yang lebih penting
adalah mereka bersedia membuat gebrakan untuk memeriahkan masjid dengan beragam
cara dan mengadakan aneka kegiatan positif seperti: Kegiatan memperingati
Maulid Nabi Muhammad SAW, Isra’ Mi’raj dan menghimpun dana untuk menyantuni
anak yatim dan fakir miskin dan lain-lain.
Sobat muda, menjadi anak muda yang dirindukan surga tidak harus anda
menjadi remaja masjid, karena tidak semua anak muda itu tinggal dirumahan yang
dekat dengan masjid dikampung halamannya, sebaliknya, banyak anak-anak muda
yang menimba ilmu diluar kota, atau bahkan hingga kenegri orang. Jadi
kesempatan menjadi bagian dari remaja masjid juga dirasa sulit. Karena itu, meskipun
anda bukanlah bagian dari pengurus remaja masjid tetapi anda bisa menjadi bagian
dari golongan anak muda yang rajin datang kemesjid, rajin berjama’ah kemasjid. Terus
bagaimana bila saya dalam perantauan menuntut ilmu, sedangkan tempat tinggalku
jauh dari masjid? Lah itulah yang saya maksud tadi. Tidak semua anak muda
bisa menjadi remaja masjid dikarenakan keadaan berdomisili (yang sedang
menuntut ilmu jauh dari tempat tinggalnya). Makanya kita harus membuka ruang
tafsiran tentang anak muda yang dirindukan surga adalah anak muda yang hatinya
terkait dengan masjid. Banyak cara menjadi anak muda yang hatinya terkait dengan
masjid selain menjadi remaja masjid. Zaman sekarang serba teknologi. Banyak
jalan yang bisa ditempuh untuk menyuarakan kebaikan. Bukan hanya sekedar
berorasi diatas mimbar masjid, bukan hanya menjadi aktifis kegiatan dimasjid,
tetapi lebih dari itu kita bisa menyuarakan dakwah syar’i melalui bahasa pena.
Kita bisa menulis buku-buku tentang remaja yang gigih dalam beribadah, atau
buku-buku yang mengandung motivasi bagi khalayak untuk gemar melakukan amalan
sholih. Jika dengan menulis buku dirasa sulit karena harus mengantri seleksi
untuk terbit, kita bisa memaksimalkan dakwah lewat jalur facebook, twitter, blog
maupun website. Itu sasarannya malah lebih luas. Coba kita pikir. Lebih efektif
mana, mensenandungkan syiar islam lewat kegiatan masjid dengan lewat media
jejaring sosial network? Sekarang kita amati, banyak mana anak muda yang
istiqomah datang kemasjid mendengarkan tausyiah atau mengikuti khalaqoh
rutinan, dengan mereka yang setiap saat menggengam ponselnya mengakses
facebook? tentu anda sudah bisa menerka jawabannya sendiri. Umpama diambil
sampel penelitian, dengan mensurvei 100 anak muda, barangkali yang gemar
mengikuti kajian dimasjid hanya sekitar 25%, selebihnya yang 75%, khusuk dengan
ponselnya mengakses facebook maupun twitter. Belum lagi kita tidak mengetahui
apa saja yang mereka kerjakan dengan situs jejaring sosial tersebut. Nah dari
sinilah kita mengambil start untuk berdakwah. Ketik saja status-status religi
tentang ayat-ayat alquran, hadits nabi maupun khazanah keilmuan yang dapat
membangun pola pikir remaja menjadi insan yang baik. Bila anda menggunakan
kartu indosat, hanya butuh 0,1 rupiah saja, anda sudah dapat menyebarkan dakwah
keseluruh pengguna Facebook, apalagi kuota pertemanan FB mencapai 5000 teman,
tentunya dakwah kita akan menyentuh hati ribuan orang hanya dengan sekali klik.
hemm, manteb kan!
Iya kalau status dakwah kita kebaca, lha kalau
tidak, sia-sia kan? Bukankah mereka lebih asyik dengan status yang berbau
pacaran?
Sobat muda, tugas kita sebagai anak muda yang
mencintai syiar agama hanyalah tabliq (menyampaikan), misi kita hanyalah
watawaa shoubilhaq atau amar ma’run nahi munkar, soal diterima maupun
tidak, dilaksanakan maupun tidak, itu hak prerogatif Allah SWT yang berkuasa
membolak balikkan hati hamba-Nya. Karena itu, mari kita manfaatkan teknologi
informasi ini sebagai media syiar islam. Jangan tinggalkan jamaah yang jumlahnya
mencapai ribuan orang. Coba kita lihat para khotib yang khutbah dimasjid, jamaahnya
paling-paling hanya seratus hingga dua ratus orang, sedangkan jamaah kita
didunia maya kuotanya lebih dari itu.
Brow, kalau semuanya da’kwah lewak facebook,
terus buat apa gunanya kita jariyah bangun masjid?
Waduuh, semakin berkembang saja nih pertanyaannya.
Begini. Justru kita dakwah lewat media informasi FB maupun Twitter, tujuan utamanya
adalah memberikan pengarahan dan penyadaran bagi mereka untuk kembali rajin berjamaah
sholat lima waktu dimasjid. Ibarat sebuah pepatah “sekali dayung, dua, tiga
pulau terlewati” artinya bahwa jangkauan dakwah kita tidak hanya sebatas
warga kampung tempat tinggal kita, tetapi seluruh pemakai FB yang berasal dari belahan
penjuru kota. Kalau kita hanya gembar-gembor lewat acara dimasjid saja, ya,
yang datang ya itu-itu saja, nggak ada peningkatan sama sekali. Makanya kita
manfaatkan media teknologi informasi untuk membimbing ummat agar ada kesadaran
untuk kembali mengfungsikan masjid sebagai sarana persatuan umat islam melalui
sholat fardhu lima waktu dengan berjamaah.
Sebenarnya dakwah menggunakan media bukan
hanya diera sekarang ini, tetapi jauh sebelum islam berkembang pesat dinegeri
ini, para wali songo sudah lebih duluan ajak-ajak masyarakat untuk pergi
kemasjid melalui kesenian wayang, gending maupun sajak. Mengingat pada waktu
itu ummat sukanya pada kegiatan semacam itu, sehingga para wali menyalurkan
dakwahnya lewat media seni. Sedangkan diera kita ini zamannya sudah modern.
Orang diajak menuju kebaikan dengan ceramah saja, nggak bakalan mempan. Apalagi
pakai kesenian wayang, huuw, pasti dikatakan ndeso. Serba repot memang,
kalau menerapkan misi mengajak kepada kebaikan. Buktinya remaja masjid
mengadakan pengajian, dengan mengedarkan undangan 100 undangan, yang hadir
maksimal 50%, tetapi apabila ada pertunjukan hiburan semacam musik umpamanya,
tanpa diundang pun, semua orang berduyun-duyun menghadirinya. Ini merupakan
fenomena nyata yang harus kita cermati. Maka dari itu kita harus dakwah
mengikuti alur zaman.
Sobat muda yang baik hati. Mari kita
berlomba-lomba menjadi pemuda yang dirindukan surga dengan cara gigih berdakwah
mensenandungkan syiar islam dengan segenap tenaga, pikiran dan keilmuan yang
kita miliki, sehingga maqoshidus Syar’i (tujuan syariat) yang sebenarnya
dapat kita terapkan dalam kehidupan beragama dan bermasyarakat.