5 Artikel TerPopuler
"Manusia tidak jatuh 'ke dalam' cinta, dan tidak juga keluar 'dari cinta'. Tapi manusia tumbuh dan besar dalam cinta". Cinta, banyak waktu dan peristiwa orang selalu berbeda mengartikannya. Tak ada yang salah, tapi tak ada juga yang benar sempurna penafsirannya. Karena cinta selalu berkembang, ia seperti udara yang mengisi ruang kosong. Cinta juga seperti air yang mengalir ke dataran yang lebih rendah.
Tapi ada satu yang bisa kita sepakati bersama tentang cinta. Bahwa cinta, akan membawa sesuatu menjadi lebih baik, membawa kita untuk berbuat lebih sempurna. Mengajarkan pada kita betapa, besar kekuatan yang dihasilkannya. Cinta membuat dunia yang penat dan bising ini terasa indah, paling tidak bisa kita nikmati dengan cinta.
Cinta mengajarkan pada kita, bagaimana caranya harus berlaku jujur dan berkorban, berjuang dan menerima, memberi dan mempertahankan. Teringat kisah Bandung Bondowoso yang tak tanggung-tanggung membangunkan seluruh jin dari tidurnya dan menegakkan seribu candi untuk Lorojonggrang seorang. Sangkuriang tak kalah dahsyatnya, diukirnya tanah menjadi sebuah telaga dengan perahu yang megah dalam semalam demi Dayang Sumbi terkasih yang ternyata ibu sendiri. Tajmahal yang indah di India, di setiap jengkal marmer bangunannya terpahat nama kekasih buah hati sang raja juga terbangun karena cinta. Bisa jadi, semua kisah besar dunia, berawal dari cinta.
Cinta adalah kaki-kaki yang melangkah membangun samudera kebaikan. Cinta adalah tangan-tangan yang merajut hamparan permadani kasih sayang. Cinta adalah hati yang selalu berharap dan mewujudkan dunia dan kehidupan yang lebih baik. Dan Islam tidak saja mengagungkan cinta tapi memberikan contoh kongkrit dalam kehidupan. Lewat kehidupan manusia mulia, Rasulullah tercinta.
Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning, burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap. Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata –bata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba. "Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu. Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar. Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, jika mungkin.
Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut. Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya. Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. "Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah.
"Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata jibril. Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" "Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya," kata Jibril.
Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini." Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka.
"Jijikkah kau melihatku, hingga kau palingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril. Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu."
Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telingan ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii" Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, bagaimana dengan cinta kita? Wallaahu A'lam.
JALINAN UKHUWAH
Aku sebenarnya ragu mau menulis tentang ini, karena aku sadar akan kedangkalan ilmuku, tapi satu sisi, ini terus merongrong otakku, dari pada penasaran aku tulis aja trus aku upload di bulletin, berharap temen2 mau berbagi ilmu, berbagi pengetahuan dengan ku, pokoknya saran, kritik, masukan bahkan hujatan aku tunggu…..
Ini adalah tentang pergolakan terhadap aliran yang ada di Indonesia maupun dunia seperti NU, Muhammadiyah, Sunni, Syiah, dll. Aliran yang aku komentari nanti aku batasi pada aliran-aliran yang masih berpagarkan pada Ahlussunnah Wal Jamaah. Diluar itu aku tidak peduli, karena sesuai dengan hadist Rasul bahwa islam akan terpecah menjadi banyak golongan dan yang masuk syurga hanya Ahlussunah Wal Jamaah. NU, Muhammadiyah, Sunni, Syiah aku fakir masih masuk dalam criteria Ahlussunah Wal Jamaah.
Banyak diantara kita yang beranggapan bahwa aliran-aliran kita adalah yang paling benar, itu sah-sah saja dan memang seperti itu harusnya menurutku, tapi yang jadi masalah adalah ada diantara kita yang kemudian memfonis bahwa aliran diluar kita salah (secara keseluruhan) inilah yang menurutku tidak benar, kenapa:
Pertama dengan pemahaman yang seperti itu sama halnya kita masuk ke dalam golongan orang-orang yang riya’, sombong, takabur dan ini fatal, saya ingat hadist Rosulullah. Bahwa “riya’ itu seperti api membakar kayu bakar” (aku lupa siapa pe-Rawi-nya, kasih tahu ya kalau ada yang tahu, makasih) diluar tentang ke-shasihan hadist ini, ini merupakan sebuah perumpamaan yang sangat ngeri, bayangkan kalau kita menanam pohon selama 20 tahun, mungkin yang kita dapat hanyalah pohon dengan diameter batang sekitar 15 s/d 20 cm, tapi kemudian kalau kayu itu sudah kering dan menjadi kayu bakar. Lalu kita bakar mungkin hanya beberapa jam saja habis.. 20 tahun habis dalam beberapa jam saja..
Yang ke-dua, aliran seperti NU, Muhammadiyah, Sunni dan Syiah, itu menurutku hanya Organisasi kemasyarakatan, dan hadir setelah jaman Rasulullah meninggal, meskipun ada beberapa ritual ibadah yang berbeda. Saya belum pernah membaca dalam Al Qur’an maupun Hadist, yang menyatakan bahwa yang masuk syurga golongan tertentu, yang ada adalah orang yang paling tinggi derajatnya di sisi Allah adalah orang yang bertakwa, ini yang perlu digaris bawahi.
Menurutku dari pada kita terus bergelut dan memikirkan aliran mana yang benar dan yang salah, lebih baik kita melihat kedalam hati kita, seberapa besar tingkat ketakwaan kita (ini dasar).
Kalau ketakwaan sudah menjadi tolok ukur dalam setiap langkah maupun setiap kita menjalankan ibadah kita saya yakin kita akan masuk syurga, apapun aliran kita mau sholat sedekap diatas dada maupun di perut, tarawih 20 rakaat maupun 8 rakaat. Tidak ada bedanya.
Toh sebenarnya Allah sudah memberikan sebuah rumus pasti, seperti rumus matematika 1+1=2, 1+2=3 tidak ada 1+1=4, 1+3=5, rumus itu adalah “As Sholatu’ Tanha Anil Fahsa’I Wal Munkar” Sholat itu mencegah perbuatan keji dan munkar, dalam artian bahwa Sholat yang dilakukan secara bener-bener, Sholat yang bener-bener dari hati, Sholat yang dilandasi dengan ketakwaan kepada Allah, akan kelihatan dalam setiap tingkah laku kita.
Sebagai pendukung pendapat saya diatas, sekarang saya tanya: adakah orang NU yang bejat ? pasti ada, adakah orang Muhammadiyah bejat ? pasti juga ada, begitu juga Syiah dan Sunni, sebaliknya adakah orang NU yang baik ? pasti banyak, adakah orang Muhammadiyah yang baik ? pasti juga banyak, begitu juga Sunni dan Syiah.
Berarti bukan cara Sholat-nya (Aliran-nya) tapi kembali kepada individu masing-masing, yang bejat berarti Sholatnya salah, meski gerakannya bener, yang baik berarti Sholatnya juga bener. As Sholatu’ Tanha Anil Fahsa’I Wal Munkar”
Begitu kira-kira pendapatku mohon petunjuk..
Hanya Allah yang maha benar, dan maha luas ilmu-Nya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar