Jangan Tangisi Susu Yang Tumpah Kemarin
Ada sebuah ungkapan klasik berbunyi: “Di dunia ini, sebenarnya, tiada sesuatu yang baru!” Sekiranya kita melihat dari segi tabiat, keinginan dan perwatakan manusia, sejak dahulu hinggalah sekarang ini, maka ungkapan di atas amat tepat. Manusia memang mempunyai tabiat dan kecenderungan yang sama, yang itu juga: ada persahabatan dan perselisihan, ada kezaliman dan ada pula keadilan, ada saat berdamai dan ada ketikanya berperang. Malah, ada bangsa yang bangun dan maju, ada pula bangsa yang jatuh tersungkur. Begitu jugalah dengan tamadun serta peradabannya.
Allah SWT menyeru manusia supaya mengambil pengajaran dari peristiwa lalu, kejadian dan peristiwa yang sudah dilalui oleh umat terdahulu. Dari sini jelaslah bahawa kehidupan manusia merupakan streotaip, suatu pengulangan dari yang sudah pernah ada atau dialami umat yang sebelum kita. Apa yang kita hadapi sekarang sudah pernah dilalui oleh umat atau generasi yang sebelum kita, dan ini juga akan dialami oleh generasi yang selepas kita nanti. Jadi kita dituntut supaya mengambil pengajaran dari peristiwa lampau atau kejadian pada generasi terdahulu, supaya kita dapat memperbaiki keadaan yang sedang dan akan berlaku.
Allah SWT berfirman:
Maka ambil iktibar (pengajaran), wahai orang-orang yang mempunyai penglihatan. (59: 2)
Begitu manusia berganti dan masa berubah, namun watak dan kecenderungannya tetap juga serupa. Maka, memandang ke belakang, sejarah manusia yang panjang itu, melahirkan kebijaksanaan. Cara ini akan dapat menembus masa lalu sambil memperhatikan pelbagai peristiwanya, membahas nasihat-nasihatnya, dan mengambil bekal dari percubaan-percubaan orang-orang terdahulu, lalu kita tahu bagaimana mereka menjauhkan diri mereka dari kesesatan. Inilah pandangan seorang mukmin yang bijaksana.
Allah SWT berfirman, yang maksudnya: Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengannya mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengannya mereka dapat mendengar? Kerana, sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada. (22:46)
Seandainya kita menyempatkan diri membolak-balik lembaran Al-Quran nescaya kita akan banyak menjumpai kisah yang sengaja Allah abadikan di dalamnya untuk tatapan manusia seperti kita, yakni yang berkenaan dengan kejadian-kejadian pada masa lalu, termasuklah di dalamnya pengalaman yang dilalui orang-orang yang bertakwa, juga akibat yang ditanggung oleh orang-orang yang berbuat dosa. Pendek kata, pertentangan antara kebaikan dan kejahatan. Kesenuanya dijelaskan dan dibentangkan oleh al-Quran di hadapan kita dengan jelas supaya kita mahu dan bersedia memperhatikan dan memikirkannya.
Allah s.w.t. berfirman, yang maksudnya: Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai fikiran. Al-Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, tetapi ia membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman. (12: 11)
Kalaulah kita benar-benar ingin menjadi manusia yang mengenali inti kemanusiaan, maka seharusnya kita bersedia mengarahkan pandangan kita ke pangkuan sejarah. Menerusi kejadian yang benar dan batas-batas yang jelas inilah seharusnya kita pelajari masa lampau itu. Mengimbas kembali waktu lampau itu bukanlah untuk memperbaharui rasa sedih atau mengungkit luka lama hingga berdarah semula, atau berputar di sekitar tragedi yang menyakitkan hati kita, lalu kita berkata: sekiranya, seandainya atau kalaulah dan sebagainya. Kata-kata seperti ini sangat dibenci oleh Islam. Bahkan, sikap ini merupakan resmi atau kebiasaan orang-orang munafik dan yang di dalam hatinya ada penyakit.
Dale Carnegie mengatakan hal yang benar, dan saya mengerti hal tersebut, tetapi apakah kita memiliki keberanian yang cukup untuk melakukannya? Kemudian beliau melanjutkan:
“Apabila sampai pada suatu pagi, semua murid dalam kelas disuruh masuk ke makmal. Tidak berapa lama setelah itu, Mr. Brandwine datang dengan membawa segelas susu yang kemudian diletakkan di atas meja yang ada di hadapannya. Kami semua memandang ka arah gelas yang berisi susu itu dan bertanya-tanya dalam hati: Apa pula gerangan hubungan susu dalam gelas itu dengan pelajaran yang akan diterangkannya kali ini? Mr. Brandwine berdiri serta merta dari kerusinya, lalu tangannya tersentuh gelas berisi susu tersebut hingga ia jatuh berkecai dan isinya tumpah ke tanah. Kemudian, dengan suara yang hampir berteriak, beliau berkata kepada kami:
"Jangan tangisi susu yang tertumpah!”
“Kemudian ia meminta kami semua melihat pecahan-pecahan gelas dan cairan susu yang telah meresap ke dalam tanah itu, lalu ia berkata: “Cuba lihat baik-baik, saya ingin kamu meresapkan pelajaran ini kedalam hati untuk selama-lamanya. Susu tadi telah hilang seperti yang kamu lihat, meresap kedalam tanah. Tidak ada satu kekuatanpun yang mampu mengembalikannya walau hanya setitis. Barangkali, jika kita mahu berfikir dan berhati-hati, mungkin kita dapat mengelakkan kejadian tersebut, tetapi kini segalanya telah terlambat. Apa yang dapat kita kerjakan sekarang adalah melapnya dan melupakannya. Lalu, kita teruskan pekerjaan lain yang masih tersisa, yang perlu diselesaikan.
Alangkah tepatnya pengajaran tersebut, dan hal yang hampir sama disebut dalam hadis yang berikut ini: Minta tolonglah kepada Allah dan jangan menjadi lemah. Jika engkau ditimpa sesuatu maka janganlah mengatakan: “Seandainya aku mengerjakan begini maka akan menjadi begitu!” Tetapi katakanlah: “Itu semua adalah takdir Allah, apa yang dikehendaki-Nya dibuat-Nya.” Sebab, perkataan: “seandainya…” itu akan membuka pintu buat syaitan.
Keberanian untuk melepaskan masa lalu, maka kita, dengan izin Allah, mampu meneruskan perjalanan hidup kita dengan penuh semangat dan harapan semoga di lain kali berjaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar